BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Ringkas Paham Murji’ah
Asal
kata “murji’ah” dari “irja”, artinya menangguhkan. Kaum murji’ah artinya kaum
yang menangguhkan, memberi harapan, dan mengesampingkan.
Kaum
murji’ah lahir pada abad ke I Hijrah setelah melihat hal-hal yang di bawah ini
:
1. Kaum
syi’ah menyalahkan, bahkan mengkafirkan orang-orang yang merebut pangkat Khalifah
dari Saidina ‘Ali kw.
2. Kaum
Khawarij menghukum kafir Khalifah Muawiah, karena melawan Khalifah yang sah,
yaitu Saidina Ali ra. Begitu juga kaum Khawarij mengkafirkan Saidina ali karena
menerima “ tahkim” dalam peperangan “Siffin”.
3. Kaum
Mu’awiah menyalahkan pihak orang-orang Ali, karena memberontak melawan Saidina
Ustman bin Affan ra.[1]
Pada
situasi gawat itu lahirlah sekumpulan ummat Islam yang menjauhkan diri dari
pertikaian, yang tidak mau ikut menyalahkan orang lain, tidak ikut-ikut
menghukum kafir atau menghukum salah, tiadak mau mencampuri persoalan,
seolah-olah mereka mau “pangku tangan” saja.
Kalau
ditanya bagaimana pendapat mereka tentang Mu’awiah dan anaknya Yazid, mereka
menjawab : “Kita tangguhkan persoalannya sampai dihadapan Allah dan di situ
kita melihat siapa yang benar dan siapa yang salah.[2]
Begitu
juga jika ditanya bagaimana pendapatnya tentang sikap kaum Khawarij yang
lancing dan kaum Syi’ah yang lancang, maka mereka menjawab : “baik kita
tangguhkan saja sampai dihadapan Allah dan kita lihat nanti bagaimana Allah
menghukum mereka atau memberi pahala mereka”.
Begitulah
kaum Murji’ah yang selalu menangguhkan suatu masalah mereka sampai kehadirat
Tuhan, dan Tuhanlah yang memberikan hukuman yang adil. Mereka tidak melahirkan
apa-apa dan mereka berpangku tangan saja.
Aliran
Murji’ah merupakan salah satu aliran teologi Islam yang muncul pada abad
pertama hijrah. Pemimpin dari kaum Murji’ah ini adalahHasan bin Bilal al-Muzni,
Abu Salat as Samman, Tsauban, dan Dhirar. Penyair mereka yang terkenal pada
masa bani umayyah adalah Tsabit bin Quthanah, yang telah mengarang sebuah syair
tentang I’tikad dan kepercayaan kaum Murji’ah.[3]
Sebagaimana halnya kaum Khawarij dan Syiah, Murji’ah pada mulanya juga
ditimbulkan oleh persoalan politik . Dalam suasana konplik yang di timbulkan
oleh kaum Khawarij dan Syi’ah itulah muncul suatu golongan baru yang ingin
bersikap netral yang tidak mau terlibat dalam pertentangan-pertentangan yang
terjadi diketika itu dan mengambil sikap menyerahkan penentuan hukum kafir atau
tidak kafirnya orang yang bertentangan itu kepada Tuhan.[4]
Kaum
Murji’ah ini mempunyai argumentasi untuk menguatkan pendapatnya, yaitu :
1. Iman itu tidak akan rusak karena perbuatan
maksiat (dosa besar) sebagaimana kekufuran itu juga tidak akan ada pengaruhnya
terhadap ketaatan.
2. Pelaku
dosa besar masih mengakui / tetap mengucapkan dua kalimat syahadat yang menjadi
dasar utama dari keimanan.[5]
3. Dasar
keselamatan adalah iman semata-mata, selama masih ada iman dihati, setiap
maksiat tidak mendatangkan mudharat atau gangguan atas seseorang.
B.
I’tikad
Kaum Murji’ah Yang Bertentangan Dengan Kaum Sunny
Kaum
Murji’ah membentuk suatu paham dalam usuluddin yang berbeda, bukan saja dengan
kaum Khawarij dan kaum Syiah, tetapi berbeda juga dengan kaum Ahlussunnah Wal
Jama’ah.
Paham
yang dibentuk ini adalah mereka sendiri. Sahabat-sahabat Nabi yang menjadi
sandaran bagi kaum Murji’ah tadi, seperti Abdullah bin Umar, Abi bakrah, dan
lain-lainnya tidak sepaham dengan murji’ah ini.
Adapun
paham-paham itu adalah :
1. Iman
itu ialah mengenal Tuhan dan Rasul-Rasulnya. Kalau kita sudah mengenl Tuhan dan
Rasulnya maka itu sudah cukup, sudah menjadi mukmin.
Sebagian kaum Murji’ah yang “gullah” (radikal)
sampai ada yang beri’tikad, bahwa asal kita sudah mengakui dalam hati atas
wujudnya Tuhan dan sudah percaya dalam hati kepada Rasul-Rasulnya maka kita
sudah mukmin, walaupun melahirkan dengan lidah hal-hal yang mengkafirkan,
seperti menghina Rasul, Qur’an,dll.
I’tiqad kaum Murji’ah ini bertentangan dengan kaum
Sunny, yang mengatakan bahwa iman itu harus percaya pada 6 fasal, yaitu percaya
pada Allah, Rasul-Nya, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, hari kiamat, dan
percaya kepada qadha dan qadarnya.
2. Orang
yang telah iman dalam hatinya, tetapi ia kelihatan menyembah berhala atau
membuat dosa-dosa besar lainnya, bagi kaum Murji’ah orang tersebut tetap
mukmin.
Paha mini bertentangan dengan I’tikad kaum Sunny
yang berpendapat bahwa orang mukmin menjadi kafir (murtad) kalau ia mengerjakan
sesuatu hal yang membawa kepada kekafiran, seumpama menyembah berhala,
mengejek-ejek Nabi, menghina Al-Quran, menghalalkan yang telah sepakat ulama
Islam mengharamkannya.
3. Kaum
Murji’ah menangguhkan orang yang bersalah sampai kemuka Tuhan pada hari kiamat,
ditentang oleh kaum Ahlussunnau Wal Jama’ah, karena setiap orang yang salah
harus dihukum di dunia ini.
4. Kalau
kita ikuti aliran ini, maka ayat-ayat hukum seperti menghukum pencuri dengan
dengan memotong tangan, menghukum rajam bagi orang yang berjina, menghukum
bayar kiparat dan lain-lainnya yang banyak tersebut dalam Al-Quran tidak ada
gunanya lagi, karena sekalian kesalahan akan ditangguhkan sampai ke muka Tuhan
saja.
C.
Sekte-Sekte
Aliran Murji’ah dan Ajaran-ajarannya
Kemunculan sekte-sekte aliran
Murji’ah tampaknya dipicu oleh perbedaan pendapan di kalangan para pendukung
Murji’ah sendiri.
Menurut Harun Nasution bahwa
Murji’ah mempunyai dua golongan besar, yaitu golongan mudharat dan golongan
ekstrem.[6]
Murji’ah mudharat berpendapat bahwa iman itu terdiri dari tasdiqun bil qalbi
dan iqrarun bil lisan. Pembenaran hati saja tidak cukup ataupun dengan
pengakuan dengan lidah saja, maka tidak dapat dikatakan iman. Tetapi kedua
unsure iman tidak dapat dipisahkan, karena iman adalah kepercayaan dalam hati
yang dinyatakan dengan lisan. Jadi pendosa besar menurut mereka tetap mukmin,
tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka.
Murji’ah ekstrim mengatakan, bahwa
iman hanya pengakuan atau pembenaran di dalam hati saja ( tasdiqun bil qalbi
paqat ). Bahwa orang Islam yang menyatakan iman kepada tuhan kemudian berkata
kufur secara lisan tidaklah menjadi kafir, Karena iman dan kufur itu tempatnya
dalam hati bukan yang lain. Kemudian shalat, zakat,haji itu hanya menggambarkan
kepatuhan saja, bukan ibadah, karena yang disebut dengan ibadah hanya iman.
Menurut al-Baghdadi, kaum Murji’ah terbagi
menjadi tiga golongan, yaitu Murji’ah Qadariyah, Murji;ah Jabariyah, dan
Murji’ah yang keluar dari Qadariyah dan Jabariyah yang terbagi menjadi lima
jenis, yaitu Al-Yunusiyah, Al-Ghassaniyah, Al-Tumaniyah, Al-Tsaubaniyah, dan
Al-Marisiyah.
1. Golongan
Murji’ah Qadariyah dan Jabariyah sudah menjadi kelompok tersendiri.
2. Al-Yunusiyah
(Golongan Yunus bin ‘Aun al-Namiri)
Kelompok ini melontarkan bahwa melakukan maksiat
atau perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang. Mati dalam iman,
dosa-dosa dan perbuatan-perbutan jahat yang dikerjakan tidaklah merugikan orang
yang bersangkutan. Dalam hal ini Mukatil bin Sulaiman berpendapat bahwa
perbuatan jahat, sedikit atau banyak tidaklah merusah iman seseorang sebagai
musyrik.
3. Al-Ghassaniyah
(Golongan ghassan al-Kufi)
Pengikut Al-Ghassan al-Kuffi, berpendirian bahwa
iman adalah mengenak Allah dan Rasul-Nya serta mengakui apa yang diturunkan
Allah dan apa yang dibawa Rasul-Nya. Iman menurut golongan ini iman bisa bertambah
dan bisa berkurang, ini bertentangan dengan pendapat Abu Hanifah, bahwa iman
tidak dapat bertambah dan tidak bisa berkurang dan tidak ada perbedaan manusia
dalam hal ini.
4. Al-Tumaniyah
(Golongan Abu Mu’ad al-Tumani)
Menurut golongan ini iman itu keyakinan yang bersih
daripada kekufuran dan mmerupakan satu nama yang mempunyai sifat atau unsure.
Orang yang meninggalkan salah satu unsure-unsur itu kafir, yaitu ma’rifat,
tasdiq, mahabbah, ikhlas, dan iqrar.
5. Al-Tsaubaniyah
( Golongan Abi Tsauban)
Kelompok ini berpendapat bahwa iman adalah
pengenalan dan pengakuan lidah kepada Allah, mereka juga menambah bahwa yang
termasuk iman adalah mengetahui dan mengakui sesuatu yang menurut akal
wajibdikerjakan. Singkatnya kelompok ini menngakui adanya kewajiban-kewajiban
yang dapat diketahui akal sebelum datangnya syari’at. Kelompok ini juga
berpendapat, bahwa semua perbuatan yang boleh atau tidak boleh bagi akal untuk
dikerjakan bukanlah termasuk iman.
6. Al-Marisiyah
(Golongan Bisyri al- Marisi)
Paham ini meyakini bahwa iman itu adalah meyakini
dalam hati bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu Rasul-Nya
diucapkan secara lisan. Maka tidak dikatakan iman jika tidak diyakini dalam
hati dan diucapkan secara lisan.
7. Al-Shalihiyah
(Golongan Shalih ibn Umar Al-Shalihi)
Iman adalah semata-mata pengenalan kepada Allah
sebagai sang pencipta atau pengakuan terhadap Allah secara mutlak. Sedangkan
kekafiran adalah ketidak tahuan terhadap Allah swt. Menurut golongan ini bahwa
shalat bukanlah ibadah dan bukan sebagai pengabdian terhadap Allah, karena
tiada pengabdian kepada Allah kecuali iman yakni mengakui aka nada-Nya, Iman
merupakan unsure tunggal yang tidak bisa bertambah dan tidak bisa berkurang,
begitu juga dengan kufur.[7]
D.
Pengaruh
Aliran Murji’ah
Sebagaimana telah diuraikan di atas
bahwa paham murji’ah banyak yang tidak ditemukan lagi sebagaimana aliran
lainnya, bahkan keberadaannya seakan hilang ditelan masa dan hanya tinggal
sejarah. Namun praktik-praktik ajarannya masih banyak kita temukan dikalangan
masyarakat dewasa ini. Hanya saja tidak dinamakan lagi dengan aliran Murji’ah,
tetapi dinamakan dengan aliran lain. Diantara pengaruh-pengaruh aliran Murji’ah
yang masih berkembang di masyarakat dewasa ini, adalah :
1. Penunda
dan penangguhan
Menunda-nunda baik dalam urusan dunia maupun akhirat
sudah menjadi kebiasaan dan hal yang lumrah dalam masyarakat sekarang ini.
Apalagi dalam hal taubat, begitu banyak dosa dan maksiat yang dilakukan dan
menunggu masa tua untuk bertaubat.
2. Iman
dan kufur
Sudah diketahui sebelumnya bahwa termasuk salah satu
ajaran Murji’ah adalah tidak berpengaruhnya amal akan keimanan seseorang.
Tetapi masih ada dikalangan masyarakat kita ini yang beranggahpan bahwa tidak
kufur meninggalkan hukum syariat dan tetap akan masuk syurga dengan secuil iman
walaupun tidak ada amal ibad , mereka berdalih ketika melakukan dosa atau
bahkan menentang agama, tidak ada yang berhak memberi hukuman atau menentukan
imannya seseorang kecuali Allah.
3. Pengampunan
tuhan di zaman sekarang
Banyak
ditemukan orang yang berlebihan dan keterlaluan khususnya dalam maksiat. Bahkan
mereka tidak merasa bahwa apa yang mereka lakukan adalah dosa. Mereka terlalu
berlebihan dalam memahami Ghafar-Nya Allah atau bisa saja dibilang salam paham
dalam memaknai Al-Ghafar. Mereka yang bergelut dengan maksiat ketika ditanya
tentang apa yang dilakukannya, akan menjawab bahwa pengampunan Allah begitu
luas dan tidak terbatas. Hal ini bisa saja merupakan pengaruh Murji’ah ekstrem
yang mewajibkan pengampunan Allah terhadap segala dosa dengan konsep
penangguhannya.
BAB III
KESIMPULAN
Dari beberapa pendapat yang telah
disampaikan di atas bahwa aliran Murji’ah yang terpenting dal;am kehidupan
beragama adalah aspek iman dan kemudian amal. Jika seseorang masih beriman
berarti dia tetap mukmin, bukan kafir sekalipun melakukan dosa-dosa besar.
Adapun hukuman bagi dosa besar itu terserah kepada Tuhan, akan diampuni atau
tiadak.
Aliran Murji’ah ini muncul sebagai
reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam upaya kafir mengkafirkan
terhadap orang yang melakukan dosa besar, sebagaimana yang dilakukan oleh
aliran Khawarij dan Syiah.
Aliran Murji’ah terpecah menjadi dua
kelompok, yaitu kelompok mudherat dak kelompok ekstrem. Kelompok ekstrem
terbagi lagi kedalam beberapa kelompok, diantaranya :
1. Yunusiyah
2. Ubaidiyah
3. Ghassaniyah
4. Tsaubaniyah
5. Shalihiyah
6. Marisiyah,
dll.
[1] .
Sirajuddin Abbas, I’tikad Ahlusunnah Wal
Jama’ah (Jakarta :Pustaka Tarbiyah Baru, 2010),h.183.
[2] . Ibid.,hlm.183.
[3]
.Ibid.
[4]
.Harun Nasution, Teologi Islam
(Jakarta: UI-Press,2011),h.22.
[5]
.Ris’an Rusli, Teologi Islam (Jakarta: Prenadamedia Group,2015),h.21.
[6] .Ibid.
[7] .Ibid.,hlm.26.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
baik dengan Pergunakan