Rabu, 12 Oktober 2016

Study Kasus : Konplik dalam keluarga



Nama              : Nurma Waddah L
Nim                 : 11153031
Jurusan            : KPI-B / 1
Study               : Manajemen Studi Kasus
Teori                : Konflik dalam Organisasi Keluarga
STUDI KASUS
MANAJEMEN KONFLIK DALAM KELUARGA
A.     Pengertian Manajemen Konflik
            Konflik adalah pertentangan paham, persengketaan, atau suatu perselisihan yang terjadi dalam suatu organisasi. Konflik bukanlah suatu masalah, tetapi masalah bisa menimbulkan konflik. Konflik tidak hanya bersipat yang negatif, tetapi konflik juga bisa bersipat positif. Apabila konflik dalam suatu organisasi dapat dimanajemeni dengan baik ataupun dapat diatasi dengan baik, maka suatu organisasi tersebut dapat mengubah konflik negatif menjadi konflik menjadi konflik positif.
            Konflik yang terjadi dalam suatu organisasi ( keluarga ) dapat diakibatkan karena :
1.      Pertentangan antara individu dengan  individu ( anak dengan anak ,bapak dengan anak), kelompok dengan kelompok (tetangga dengan tetangga ), dan individu dengan kelompok,
2.      Penyampaian komunikasi yang salah atau salah dalam menyampaikan pesan, dan kurangnya komunikasi dengan baik
3.      Pribadi yang malas, dll.
Manajemen ( Top Manajemen / Kepala Keluarga ) harus mampu menyelesaikan konflik dan manajemen juga harus mampu menghapuskan konflik dalam suatu organisasi ataupun manajemen harus mampu mengubah konflik negatif menjadi konflik positif.
Ada beberapa cara untuk memecahkan atau mengubah konflik negatif menjadi konflik positif, yaitu :
1.      Metode consensus, yaitu mencari suatu masalah dan memecahkan suatu masalah tanpa melihat siapa yang benar dan siapa yang salah,
2.      Metode Konprentasi, yaitu memecahkan suatu masalah dengan cara menerima semua pendapat dari pihak konflik, kemudian dipertemukan kepada yang lebih tinggi lagi,
3.      Metode tujuan, dengan cara mengubah atau menambah tujuan konflik yang terjadi.

B.      Analisis Manajemen Konflik Dalam Keluarga
Konpflik tidak dapat dihindarkan dalam suatu organisasi, tanpa adanya konflik suatu organisasi mungkin tidak bisa mengalami kemajuan, karena dengan adanya konflik  kita bisa mengetahui apa yang salah dalam organisasi tersebut. Jika manajemen konflik dapat dimanajemeni dengan baik, maka konflik negatif bisa menjadi konflik positif.
Dalam suatu keluarga ( di Villa Setia Budi  ), dalam keluarga tersebut memiliki tiga orang anak, ayah sibuk dengan pekerjaannya, begitu juga dengan Ibu. Sehingga tidak ada waktu luang untuk sang anak, waktu bersama mereka hanya pada hari libur (sabtu dan minggu ) digunakan untuk berlibur jalan-jalan, makan-makan, tetapi hari tersebut terkadang digunakan untuk memenuhi undangan sehingga waktu yang direncanakan untuk bersama dengan anak itu batal. Dan pada malam hari, itupun selesai makan mereka naik keatas untuk tidur lebih tepatnya beristirahat.
Konflik dalam keluarga ini tidak terlalu banyak, karena anak-anak mereka masih kecil-kecil (kelas 5,3, dan 1 di Sekolah Siti Hajar Islamic Full Day School ), kemungkinan besar konflik terjadi pada jangka yang panjang, di sebabkan karena kurangnya komunikasi, perhatian, ke-2 orang tua sibuk dengan hal-hal masing-masing sehingga anak tersebut kurang mendapatkan perhatian terutama kurangnya pendidikan. Pendidikan di sekolah tidaklah sama dengan pendidikan dari ke-2 oranng tua. Pendidikan yang didapati dari sekolah itu hanya bersipat jasmani, sedangkan pendidikan dari ke-2 orang tua itu bersipat jasmani dan rohani. Anak-anak tersebut dijaga oleh sepupu saya lebih tepatnya anak angkat mereka yang kuliah di “ Stikes Su ” semester tujuh, dari dialah saya mendapatkan informasi dan saya juga pernah datang dan tidur di sana untuk mengamati kehidupan rumah tangga mereka, bukanlah tujuan saya untuk menyibuk dengan rumah tangga mereka, tetapi niat saya hanyalah untuk mengambil pelajaran agar kedepannya bisa mendirikan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. Dan tujuan utama ialah untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Ibu dosen manajemen.
Keluarga ini hidup harmonis, disamping keharmonisan tersebut terjadi juga persengketaan, perselisihan atau konflik dalam rumah tangga. Dalam suatu organisasi atau rumah tangga tidak terlepas dari suatu “ PERMASALAHAN ”. Menurut analisis saya tanpa adanya konflik hidup akan begitu-begitu saja, dalam arti kata tidak mengalami perobahan, dan konflik itu juga sebagai “ hiasan ” dalam suatu organisasi atau dalam rumah tangga, dengan syarat suatu manajemen mampu mennyelesaikannya dan mengatasinya dengan baik.
Konflik yang terjadi dalam rumah tangga ini , yaitu pada suatu ketika sang suami  pernah memarahi istri yang biasa pulang sore atau sesudah maghrib, penyebabnya (menurut analisis saya )di meja makan kosong tidak ada makanan dalam arti kata Istri lalai dalam menjalani tanggung jawab, lelah jasmani dan rohani dalam seharian beraktivitas di luar, dan perut lapar. Ketika istri pulang terjadilah  sesi ribut atau perselisihan antara suami dan istri, sang istri tentu tidak hanya diam karena istri baru saja pulang yang merasa sangat lelah bekerja seharian di luar. Jadi cara mengatasi konflik ini supaya tidak berlarut lama, sang suami ( saya menyebutnya sebagai Top Manajemen ) mengambil kebijakan dengan cara berdiam diri, karena perempuan jarang yang mau mengalah dan banyak cakap alias “ ratu perepet ”. Ketika api amarah barulah didiskusikan dengan cara baik atau dengan kepala dingin. Menurut saya itu cara yang epektif dan efisien, sehingga dapat mengubah konflik negatif menjadi konflik positif .
Konflik juga terjadi antara anak dengan anak ( individu dengan individu ) ini sering terjadi, yang sering disebabkan karena permainan. Contoh sang adik memakai permainan si abang, dan abang tersebut tidak mengijinkan adik untuk memakai permainan itu. Sehingga si adik menangis. Konflik ini terjadi karena kurangnya pengcontrolan manajemen (ke-2 orang tua ) dalam keluarga lebih tepatnya kurangnya  pengagawasan terhadap anak-anak.
Dalam keluarga ini juga pernah terjadi konflik antara tetangga dengan tetangga, yang diakibatkan anak-anak bermain air dihalaman tetangga sehingga baju tetangga yang dijemur basah, yang mengakibatkan ibu tetangga tersebut marah-marah dan mendatangi ibu mereka dan merepet-merepet or marah, ( menurut saya ini contoh tetangga yang tidak baik, namanya saja masih anak-anak yang taunya hanya bermain-main , tetapi itu hak dia, hehehe ). Konflik ini juga terjadi karena kurangnya pengawasan terhadap anak-anak.
Terkadang konflik juga terjadi antara anak dengan ke-2 orang tua, yaitu berupa: anak suka membantah, melawan, atau membangkang perkataan atau perintah ke-2 orang tua, konflik ini bisa saja terjadi karena komunikasi, maksudnya sianak salah dalam menyampaikan atau memahami pesan yang disampaikan. Penyebab konflik ini juga dikarenakan kurangnya perencanaan dalam mendidik anak, kurangnya pengawasan sehingga anak bebas bergaul dengan teman yang agak bandel, dan kurangnya pendekatan antara anak dengan ke-2 orang tua, sehingga ke-2 orang tua kurang memahami anak. Cara mereka mengatasi anaknya ketika salah adalah mereka menasehatinya supaya jangan mengulanginya kembali.
Saya suka melihat salah satu kebijakan dalam keluarga ini, yaitu ke-2 orang tua mereka tidak memfasilitasi anaknya dengan kelengkapan permainan dalam bentuk Play Station atau disebut dengan PS,  yang ada hanya permainan dalam laptop yang berbeda dengan play station. Karena Play Station tersebut dapat menghipnotis orang memainkannya seolah-olah kita hidup ini hanya untuk bermain-main, Play Station juga membuat anak lalai dalam belajar atau mengerjakan tugas karena dalam pikiran anak tersebut hanya “ BERMAIN ”.
Dalam keluarga ini tidak ada yang namanya KDRT ( Kekerasan Dalam Rumah Tangga ), karena untuk mewujudkan atau tercapainya tujuan dalam rumah tangga, yaitu supaya hidup sakinah, mawaddah, warahmah, atau hidup penuh dengan kedamaian dan ketenteraman itu tidak akan tercapai dengan kekerasan, tetapi harus dengan Planning (perencanaan) ,controlling (pengawasan), dan directing (memberi motivasi).


C.      Solusi dan Kesimpulan
Solusi dan kesimpulan dari apa yang saya paparkan di atas adalah bahwa konflik tidak dapat kita hindari dari dalam suatu organisasi salah satunya di dalam keluarga. Kata konflik juga penting, kenapa saya katakan penting….??? Karena konflik dapat memberi motivasi kepada kita supaya kita dapat berubah menjadi lebih baik, serta kita juga dapat mengevaluasi apa yang salah dengan rencana awal, kemudian mengambil kebijakan untuk perencanaan kedepannya (perencanaan jangka panjang ).
 Peran penting Top Manajemen (kepala keluarga) adalah untuk mencapai tujuan utama dalam suatu keluarga, top manajemen harus mampu menyelesaikan konflik, mengatasi konflik, memecahkan konflik, serta memberi motivasi , atau mengubah konflik negatif manjadi konflik positif.
Supaya tujuan dapat tercapai semaksimal mungkin, dalam suatu organisasi, manajemen harus memenuhi 4 fungsi, yaitu :
·         Planning ,
·         Organizing,
·         Directing, dan
·         Controlling.
Konflik selalu mewarnai kehidupan, dari konflik-konflik yang kecil sampai konflik sangat besar. Konflik terjadi akibat perbedaan persepsi, perbedaan pendapat, tidak sama kepentingan, dan masih banyak lagi yang meyebabkan konflik terjadi. Konflik ada yang diselesaikan secara tuntas, ada yang setengah tuntas, dan ada pula yang tidak tuntas.
Cukup sekian yang dapat saya sampaikan, semoga apa yang saya tulis ini tidak mengecewakan Ibu dosen yang telah mengajari kami dari awal semester satu sampai akhir semester. Dan kami ucapkan terima kasih kepada Ibu dosen manajemen yang telah membimbing kami.
SEKIAN  DAN  TERIMA  KASIH

sEJARAH PAHAM KAUM MURJI'AH



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Ringkas Paham Murji’ah
Asal kata “murji’ah” dari “irja”, artinya menangguhkan. Kaum murji’ah artinya kaum yang menangguhkan, memberi harapan, dan mengesampingkan.
Kaum murji’ah lahir pada abad ke I Hijrah setelah melihat hal-hal yang di bawah ini :
1.      Kaum syi’ah menyalahkan, bahkan mengkafirkan orang-orang yang merebut pangkat Khalifah dari Saidina ‘Ali kw.
2.      Kaum Khawarij menghukum kafir Khalifah Muawiah, karena melawan Khalifah yang sah, yaitu Saidina Ali ra. Begitu juga kaum Khawarij mengkafirkan Saidina ali karena menerima “ tahkim” dalam peperangan “Siffin”.
3.      Kaum Mu’awiah menyalahkan pihak orang-orang Ali, karena memberontak melawan Saidina Ustman bin Affan ra.[1]
Pada situasi gawat itu lahirlah sekumpulan ummat Islam yang menjauhkan diri dari pertikaian, yang tidak mau ikut menyalahkan orang lain, tidak ikut-ikut menghukum kafir atau menghukum salah, tiadak mau mencampuri persoalan, seolah-olah mereka mau “pangku tangan” saja.
Kalau ditanya bagaimana pendapat mereka tentang Mu’awiah dan anaknya Yazid, mereka menjawab : “Kita tangguhkan persoalannya sampai dihadapan Allah dan di situ kita melihat siapa yang benar dan siapa yang salah.[2]
Begitu juga jika ditanya bagaimana pendapatnya tentang sikap kaum Khawarij yang lancing dan kaum Syi’ah yang lancang, maka mereka menjawab : “baik kita tangguhkan saja sampai dihadapan Allah dan kita lihat nanti bagaimana Allah menghukum mereka atau memberi pahala mereka”.
Begitulah kaum Murji’ah yang selalu menangguhkan suatu masalah mereka sampai kehadirat Tuhan, dan Tuhanlah yang memberikan hukuman yang adil. Mereka tidak melahirkan apa-apa dan mereka berpangku tangan saja.
Aliran Murji’ah merupakan salah satu aliran teologi Islam yang muncul pada abad pertama hijrah. Pemimpin dari kaum Murji’ah ini adalahHasan bin Bilal al-Muzni, Abu Salat as Samman, Tsauban, dan Dhirar. Penyair mereka yang terkenal pada masa bani umayyah adalah Tsabit bin Quthanah, yang telah mengarang sebuah syair tentang I’tikad dan kepercayaan kaum Murji’ah.[3] Sebagaimana halnya kaum Khawarij dan Syiah, Murji’ah pada mulanya juga ditimbulkan oleh persoalan politik . Dalam suasana konplik yang di timbulkan oleh kaum Khawarij dan Syi’ah itulah muncul suatu golongan baru yang ingin bersikap netral yang tidak mau terlibat dalam pertentangan-pertentangan yang terjadi diketika itu dan mengambil sikap menyerahkan penentuan hukum kafir atau tidak kafirnya orang yang bertentangan itu kepada Tuhan.[4]
Kaum Murji’ah ini mempunyai argumentasi untuk menguatkan pendapatnya, yaitu :
1.       Iman itu tidak akan rusak karena perbuatan maksiat (dosa besar) sebagaimana kekufuran itu juga tidak akan ada pengaruhnya terhadap ketaatan.
2.      Pelaku dosa besar masih mengakui / tetap mengucapkan dua kalimat syahadat yang menjadi dasar utama dari keimanan.[5] 
3.      Dasar keselamatan adalah iman semata-mata, selama masih ada iman dihati, setiap maksiat tidak mendatangkan mudharat atau gangguan atas seseorang.
B.     I’tikad Kaum Murji’ah Yang Bertentangan Dengan Kaum Sunny
Kaum Murji’ah membentuk suatu paham dalam usuluddin yang berbeda, bukan saja dengan kaum Khawarij dan kaum Syiah, tetapi berbeda juga dengan kaum Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Paham yang dibentuk ini adalah mereka sendiri. Sahabat-sahabat Nabi yang menjadi sandaran bagi kaum Murji’ah tadi, seperti Abdullah bin Umar, Abi bakrah, dan lain-lainnya tidak sepaham dengan murji’ah ini.
Adapun paham-paham itu adalah :
1.      Iman itu ialah mengenal Tuhan dan Rasul-Rasulnya. Kalau kita sudah mengenl Tuhan dan Rasulnya maka itu sudah cukup, sudah menjadi mukmin.
Sebagian kaum Murji’ah yang “gullah” (radikal) sampai ada yang beri’tikad, bahwa asal kita sudah mengakui dalam hati atas wujudnya Tuhan dan sudah percaya dalam hati kepada Rasul-Rasulnya maka kita sudah mukmin, walaupun melahirkan dengan lidah hal-hal yang mengkafirkan, seperti menghina Rasul, Qur’an,dll.
I’tiqad kaum Murji’ah ini bertentangan dengan kaum Sunny, yang mengatakan bahwa iman itu harus percaya pada 6 fasal, yaitu percaya pada Allah, Rasul-Nya, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, hari kiamat, dan percaya kepada qadha dan qadarnya.
2.      Orang yang telah iman dalam hatinya, tetapi ia kelihatan menyembah berhala atau membuat dosa-dosa besar lainnya, bagi kaum Murji’ah orang tersebut tetap mukmin.
Paha mini bertentangan dengan I’tikad kaum Sunny yang berpendapat bahwa orang mukmin menjadi kafir (murtad) kalau ia mengerjakan sesuatu hal yang membawa kepada kekafiran, seumpama menyembah berhala, mengejek-ejek Nabi, menghina Al-Quran, menghalalkan yang telah sepakat ulama Islam mengharamkannya.
3.      Kaum Murji’ah menangguhkan orang yang bersalah sampai kemuka Tuhan pada hari kiamat, ditentang oleh kaum Ahlussunnau Wal Jama’ah, karena setiap orang yang salah harus dihukum di dunia ini.
4.      Kalau kita ikuti aliran ini, maka ayat-ayat hukum seperti menghukum pencuri dengan dengan memotong tangan, menghukum rajam bagi orang yang berjina, menghukum bayar kiparat dan lain-lainnya yang banyak tersebut dalam Al-Quran tidak ada gunanya lagi, karena sekalian kesalahan akan ditangguhkan sampai ke muka Tuhan saja.
C.    Sekte-Sekte Aliran Murji’ah dan Ajaran-ajarannya
            Kemunculan sekte-sekte aliran Murji’ah tampaknya dipicu oleh perbedaan pendapan di kalangan para pendukung Murji’ah sendiri.
            Menurut Harun Nasution bahwa Murji’ah mempunyai dua golongan besar, yaitu golongan mudharat dan golongan ekstrem.[6] Murji’ah mudharat berpendapat bahwa iman itu terdiri dari tasdiqun bil qalbi dan iqrarun bil lisan. Pembenaran hati saja tidak cukup ataupun dengan pengakuan dengan lidah saja, maka tidak dapat dikatakan iman. Tetapi kedua unsure iman tidak dapat dipisahkan, karena iman adalah kepercayaan dalam hati yang dinyatakan dengan lisan. Jadi pendosa besar menurut mereka tetap mukmin, tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka.
            Murji’ah ekstrim mengatakan, bahwa iman hanya pengakuan atau pembenaran di dalam hati saja ( tasdiqun bil qalbi paqat ). Bahwa orang Islam yang menyatakan iman kepada tuhan kemudian berkata kufur secara lisan tidaklah menjadi kafir, Karena iman dan kufur itu tempatnya dalam hati bukan yang lain. Kemudian shalat, zakat,haji itu hanya menggambarkan kepatuhan saja, bukan ibadah, karena yang disebut dengan ibadah hanya iman.
            Menurut al-Baghdadi, kaum Murji’ah terbagi menjadi tiga golongan, yaitu Murji’ah Qadariyah, Murji;ah Jabariyah, dan Murji’ah yang keluar dari Qadariyah dan Jabariyah yang terbagi menjadi lima jenis, yaitu Al-Yunusiyah, Al-Ghassaniyah, Al-Tumaniyah, Al-Tsaubaniyah, dan Al-Marisiyah.
1.      Golongan Murji’ah Qadariyah dan Jabariyah sudah menjadi kelompok tersendiri.
2.      Al-Yunusiyah (Golongan Yunus bin ‘Aun al-Namiri)
Kelompok ini melontarkan bahwa melakukan maksiat atau perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang. Mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan-perbutan jahat yang dikerjakan tidaklah merugikan orang yang bersangkutan. Dalam hal ini Mukatil bin Sulaiman berpendapat bahwa perbuatan jahat, sedikit atau banyak tidaklah merusah iman seseorang sebagai musyrik.
3.      Al-Ghassaniyah (Golongan ghassan al-Kufi)
Pengikut Al-Ghassan al-Kuffi, berpendirian bahwa iman adalah mengenak Allah dan Rasul-Nya serta mengakui apa yang diturunkan Allah dan apa yang dibawa Rasul-Nya. Iman menurut golongan ini iman bisa bertambah dan bisa berkurang, ini bertentangan dengan pendapat Abu Hanifah, bahwa iman tidak dapat bertambah dan tidak bisa berkurang dan tidak ada perbedaan manusia dalam hal ini.
4.      Al-Tumaniyah (Golongan Abu Mu’ad al-Tumani)
Menurut golongan ini iman itu keyakinan yang bersih daripada kekufuran dan mmerupakan satu nama yang mempunyai sifat atau unsure. Orang yang meninggalkan salah satu unsure-unsur itu kafir, yaitu ma’rifat, tasdiq, mahabbah, ikhlas, dan iqrar.
5.      Al-Tsaubaniyah ( Golongan Abi Tsauban)
Kelompok ini berpendapat bahwa iman adalah pengenalan dan pengakuan lidah kepada Allah, mereka juga menambah bahwa yang termasuk iman adalah mengetahui dan mengakui sesuatu yang menurut akal wajibdikerjakan. Singkatnya kelompok ini menngakui adanya kewajiban-kewajiban yang dapat diketahui akal sebelum datangnya syari’at. Kelompok ini juga berpendapat, bahwa semua perbuatan yang boleh atau tidak boleh bagi akal untuk dikerjakan bukanlah termasuk iman.
6.      Al-Marisiyah (Golongan Bisyri al- Marisi)
Paham ini meyakini bahwa iman itu adalah meyakini dalam hati bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu Rasul-Nya diucapkan secara lisan. Maka tidak dikatakan iman jika tidak diyakini dalam hati dan diucapkan secara lisan.
7.      Al-Shalihiyah (Golongan Shalih ibn Umar Al-Shalihi)
Iman adalah semata-mata pengenalan kepada Allah sebagai sang pencipta atau pengakuan terhadap Allah secara mutlak. Sedangkan kekafiran adalah ketidak tahuan terhadap Allah swt. Menurut golongan ini bahwa shalat bukanlah ibadah dan bukan sebagai pengabdian terhadap Allah, karena tiada pengabdian kepada Allah kecuali iman yakni mengakui aka nada-Nya, Iman merupakan unsure tunggal yang tidak bisa bertambah dan tidak bisa berkurang, begitu juga dengan kufur.[7]
D.    Pengaruh Aliran Murji’ah
            Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa paham murji’ah banyak yang tidak ditemukan lagi sebagaimana aliran lainnya, bahkan keberadaannya seakan hilang ditelan masa dan hanya tinggal sejarah. Namun praktik-praktik ajarannya masih banyak kita temukan dikalangan masyarakat dewasa ini. Hanya saja tidak dinamakan lagi dengan aliran Murji’ah, tetapi dinamakan dengan aliran lain. Diantara pengaruh-pengaruh aliran Murji’ah yang masih berkembang di masyarakat dewasa ini, adalah :
1.      Penunda dan penangguhan
Menunda-nunda baik dalam urusan dunia maupun akhirat sudah menjadi kebiasaan dan hal yang lumrah dalam masyarakat sekarang ini. Apalagi dalam hal taubat, begitu banyak dosa dan maksiat yang dilakukan dan menunggu masa tua untuk bertaubat.
2.      Iman dan kufur
Sudah diketahui sebelumnya bahwa termasuk salah satu ajaran Murji’ah adalah tidak berpengaruhnya amal akan keimanan seseorang. Tetapi masih ada dikalangan masyarakat kita ini yang beranggahpan bahwa tidak kufur meninggalkan hukum syariat dan tetap akan masuk syurga dengan secuil iman walaupun tidak ada amal ibad , mereka berdalih ketika melakukan dosa atau bahkan menentang agama, tidak ada yang berhak memberi hukuman atau menentukan imannya seseorang kecuali Allah.
3.      Pengampunan tuhan di zaman sekarang
Banyak ditemukan orang yang berlebihan dan keterlaluan khususnya dalam maksiat. Bahkan mereka tidak merasa bahwa apa yang mereka lakukan adalah dosa. Mereka terlalu berlebihan dalam memahami Ghafar-Nya Allah atau bisa saja dibilang salam paham dalam memaknai Al-Ghafar. Mereka yang bergelut dengan maksiat ketika ditanya tentang apa yang dilakukannya, akan menjawab bahwa pengampunan Allah begitu luas dan tidak terbatas. Hal ini bisa saja merupakan pengaruh Murji’ah ekstrem yang mewajibkan pengampunan Allah terhadap segala dosa dengan konsep penangguhannya.






BAB III
KESIMPULAN
            Dari beberapa pendapat yang telah disampaikan di atas bahwa aliran Murji’ah yang terpenting dal;am kehidupan beragama adalah aspek iman dan kemudian amal. Jika seseorang masih beriman berarti dia tetap mukmin, bukan kafir sekalipun melakukan dosa-dosa besar. Adapun hukuman bagi dosa besar itu terserah kepada Tuhan, akan diampuni atau tiadak.
            Aliran Murji’ah ini muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam upaya kafir mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa besar, sebagaimana yang dilakukan oleh aliran Khawarij dan Syiah.
            Aliran Murji’ah terpecah menjadi dua kelompok, yaitu kelompok mudherat dak kelompok ekstrem. Kelompok ekstrem terbagi lagi kedalam beberapa kelompok, diantaranya :
1.      Yunusiyah
2.      Ubaidiyah
3.      Ghassaniyah
4.      Tsaubaniyah
5.      Shalihiyah
6.      Marisiyah, dll.










[1] . Sirajuddin Abbas, I’tikad Ahlusunnah Wal Jama’ah (Jakarta :Pustaka Tarbiyah Baru, 2010),h.183.
[2] . Ibid.,hlm.183.
[3] .Ibid.                                                                                                                                                           
[4] .Harun Nasution, Teologi Islam (Jakarta: UI-Press,2011),h.22.
[5] .Ris’an Rusli, Teologi Islam (Jakarta: Prenadamedia Group,2015),h.21.
[6] .Ibid.
[7] .Ibid.,hlm.26.